English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Minggu, 12 Juni 2011

KODE ETIK JURNALISTIK

  
Kemerdekaan berpendapat, berekspresi,  dan pers adalah hak asasi manusia yang dilindungi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklarasi Universal Hak AsasiManusia PBB. Kemerdekaan  pers adalah sarana masyarakat untuk memperoleh informasi dan berkomunikasi, guna memenuhi kebutuhan hakiki  dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Dalam mewujudkan kemerdekaan pers itu, wartawan Indonesia juga menyadari adanya kepentingan bangsa, tanggung jawab sosial, keberagaman masyarakat, dan norma-norma agama.

Dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya, pers menghormati hak asasi setiap orang, karena itu pers dituntut profesional  dan terbuka untuk dikontrol oleh masyarakat. 
 
Untuk menjamin kemerdekaan pers dan  memenuhi hak publik untuk memperoleh informasi yang benar, wartawan Indonesia memerlukan landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman operasional  dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas serta profesionalisme. Atas dasar itu,  wartawan Indonesia menetapkan dan menaati Kode Etik Jurnalistik:

Pasal 1
Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk. 

Penafsiran
a.  Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers. 
b.  Akurat berarti dipercaya benar sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi.
c.  Berimbang berarti semua pihak mendapat kesempatan setara.
d.  Tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan kerugian pihak lain.

Pasal 2
Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.

Penafsiran
Cara-cara yang profesional adalah:
a.  menunjukkan identitas diri kepada narasumber; 
b.  menghormati hak privasi; 
c.  tidak menyuap;
d.  menghasilkan berita yang faktual dan jelas sumbernya;
e.  rekayasa pengambilan dan pemuatan atau penyiaran gambar, foto, suara dilengkapi dengan keterangan tentang sumber dan ditampilkan secara berimbang;
f.  menghormati pengalaman traumatik narasumber dalam penyajian gambar, foto, suara;
g.  tidak melakukan plagiat, termasuk menyatakan hasil liputan wartawan lain sebagai karya sendiri;
h.  penggunaan cara-cara tertentu dapat dipertimbangkan untuk  peliputan berita investigasi bagi kepentingan publik.

Pasal 3
Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.
 

Penafsiran
a.  Menguji informasi berarti melakukan  check and recheck tentang kebenaran informasi itu.
b.  Berimbang adalah memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada masing-masing pihak secara proporsional. 
c.  Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan. Hal ini berbeda dengan opini interpretatif, yaitu pendapat yang berupa interpretasi wartawan atas fakta. 
d.  Asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi seseorang. 
 
Pasal 4
Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul. 

Penafsiran
a.  Bohong berarti sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya oleh wartawan sebagai hal yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi.
b.  Fitnah berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara sengaja dengan niat buruk. 
c.  Sadis berarti kejam dan tidak mengenal belas kasihan.
d.  Cabul berarti penggambaran tingkah laku secara erotis dengan foto, gambar, suara, grafis atau tulisan yang semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi.
e.  Dalam penyiaran gambar dan suara dari  arsip, wartawan mencantumkan waktu pengambilan gambar dan suara.

Pasal 5
Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan  identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan. 

Penafsiran
a.  Identitas adalah semua data dan informasi yang menyangkut diri seseorang yang memudahkan orang lain untuk melacak.
b.  Anak adalah seorang yang berusia kurang dari 16 tahun dan belum menikah.
 
Pasal 6
Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.

Penafsiran
a.  Menyalahgunakan profesi adalah segala tindakan yang mengambil keuntungan pribadi  atas informasi yang diperoleh saat bertugas  sebelum informasi tersebut menjadi pengetahuan umum.
b.  Suap adalah segala pemberian dalam bentuk uang, benda atau fasilitas dari pihak lain yang mempengaruhi independensi.

Pasal 7
Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan “off the record” sesuai dengan kesepakatan. 

Penafsiran
a.  Hak tolak adalak hak untuk tidak mengungkapkan identitas dan keberadaan narasumber demi keamanan narasumber dan keluarganya. 
b.  Embargo adalah penundaan  pemuatan atau penyiaran berita sesuai dengan permintaan narasumber.
c.  Informasi latar belakang adalah segala informasi atau data dari narasumber yang disiarkan atau diberitakan tanpa menyebutkan narasumbernya.
d.  “Off the record” adalah segala informasi atau data dari narasumber yang tidak boleh disiarkan atau diberitakan.

Pasal 8
Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.


Penafsiran
a.  Prasangka adalah  anggapan yang kurang baik mengenai sesuatu sebelum mengetahui secara jelas.
b.  Diskriminasi adalah pembedaan perlakuan.

Pasal 9
Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.

Penafsiran
a.  Menghormati hak narasumber adalah sikap menahan diri dan berhati-hati. 
b.  Kehidupan pribadi adalah segala segi kehidupan seseorang dan keluarganya selain yang terkait dengan kepentingan publik. 

Pasal 10
Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca,pendengar, dan atau pemirsa.

Penafsiran
a.  Segera berarti tindakan dalam waktu secepat mungkin, baik karena ada maupun tidak ada teguran dari pihak luar.
b.  Permintaan maaf disampaikan apabila kesalahan terkait dengan substansi pokok.

Pasal 11
Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional. 

Penafsiran
a.  Hak jawab adalah hak seseorang atau  sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.
b.  Hak koreksi adalah hak setiap orang untuk membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.
c.  Proporsional berarti setara dengan bagian berita yang perlu diperbaiki. 

Penilaian akhir atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan Dewan Pers. 
Sanksi atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan oleh 
organisasi wartawan dan atau perusahaan pers. 


Jakarta, Selasa, 14 Maret 2006

Kami atas nama organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers Indonesia:

1. Aliansi Jurnalis Independen (AJI)                                 Abdul Manan
2. Aliansi Wartawan Independen (AWI)                          Alex Sutejo
3. Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI)                Uni Z Lubis
4. Asosiasi Wartawan Demokrasi Indonesia (AWDI)       OK. Syahyan Budiwahyu
5. Asosiasi Wartawan Kota (AWK)                                Dasmir Ali Malayoe
6. Federasi Serikat Pewarta                                            Masfendi
7. Gabungan Wartawan Indonesia (GWI)                        Fowa’a Hia
8. Himpunan Penulis dan Wartawan Indonesia (HIPWI)   RE Hermawan S
9. Himpunan Insan Pers Seluruh Indonesia (HIPSI)          Syahril 
10. Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI)                      Bekti Nugroho
11. Ikatan Jurnalis Penegak Harkat dan Martabat Bangsa (IJAB HAMBA)  Boyke M. Nainggolan
12. Ikatan Pers dan Penulis Indonesia (IPPI)                   Kasmarios SmHk
13. Kesatuan Wartawan Demokrasi Indonesia (KEWADI) M. Suprapto
14. Komite Wartawan Reformasi Indonesia (KWRI)      Sakata Barus
15. Komite Wartawan Indonesia (KWI)                         Herman Sanggam
16. Komite Nasional Wartawan Indonesia (KOMNAS-WI)  A.M. Syarifuddin
17. Komite Wartawan Pelacak Profesional Indonesia (KOWAPPI)  Hans Max Kawengian 
18. Korp Wartawan Republik Indonesia (KOWRI)        Hasnul Amar
19. Perhimpunan Jurnalis Indonesia (PJI)                        Ismed hasan Putro
20. Persatuan Wartawan Indonesia (PWI)                     Wina Armada Sukardi
21. Persatuan Wartawan Pelacak Indonesia (PEWARPI) Andi A. Mallarangan
22. Persatuan Wartawan Reaksi Cepat Pelacak Kasus (PWRCPK) Jaja Suparja Ramli
23. Persatuan Wartawan Independen Reformasi Indonesia (PWIRI) Ramses Ramona S.
24. Perkumpulan Jurnalis Nasrani Indonesia (PJNI)   Ev. Robinson Togap Siagian
25. Persatuan Wartawan Nasional Indonesia (PWNI)  Rusli
26. Serikat Penerbit Suratkabar (SPS) Pusat             Mahtum Mastoem
27. Serikat Pers Reformasi Nasional (SEPERNAS)   Laode Hazirun
28. Serikat Wartawan Indonesia (SWI)                     Daniel Chandra
29. Serikat Wartawan Independen Indonesia (SWII) Gunarso Kusumodiningrat


                                                                    -----,,------



Sumber:
http://www.dewanpers.org/upload/kej/7cc41713ba1b1dc60f2f5f6421866712/attach/Peraturan_Dewan_Pers_No.6_tentang_Kode_Etik_Jurnalistik,_2008.pdf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan berkomentar..^^